Perencanaan pembangunan desa dalam cara pandang lama selalu menitik
beratkan pada analisa masalah sebagai cara awal merumuskan
program/kegiatan desa. Ada yang menyebut analisa masalah dengan metode
teknikalisasi masalah. Teknikalisasi masalah kurang lebih diartikan
sebagai cara mencari dan merumuskan masalah-masalah yang muncul di desa
sebagai dasar pengambilan keputusan atas perencanaan program/kegiatan
prioritas pembangunan desa untuk satu periode tertentu. Teknik ini
sering diterapkan dalam kegiatan-kegiatan seperti musyawarah pembangunan
desa (musrenbangdes) penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa).
Dalam kegiatan musrenbangdes, masyarakat diajak berbondong-bondong
datang dan berani menyampaikan berbagai persoalan hidup di desa. Lalu
pemerintah desa, tepatnya tim penyusun RPJMDesa dan RKP Desa,
mentabulasikannya ke dalam daftar masalah. Lalu mencari jalan keluarnya
dengan membuat daftar rumusan program/kegiatan prioritas. Setelah
disepakati, maka daftar masalah dan rancangan program/kegiatan tersebut
didokumentasikan ke dalam naskah kebijakan yang disebut RPJMDesa dan
RKPDesa.
Dengan menerapkan pendekatan masalah, forum musrenbangdes di satu sisi berhasil menggali banyak keluhan permasalahan desa. Tapi di sisi lain melupakan bahwa di balik permasalahan ada kekuatan, bahkan ada peluang kemudahan. Banyak data statistik menjustifikasi bahwa kemiskinan tertinggi ada di desa. Rumah kurang sehat, dan terbuat dari material berkualitas rendah yang terbanyak ya ada di desa. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pendapatan masyarakat di desa rendah sehingga anak-anak desa tidak mampu mengakses pendidikan tinggi. Pendidikan masyarakat desa yang rendah kemudian disinyalir menjadi akar masalah kemiskinan di desa.
Dengan menerapkan pendekatan masalah, forum musrenbangdes di satu sisi berhasil menggali banyak keluhan permasalahan desa. Tapi di sisi lain melupakan bahwa di balik permasalahan ada kekuatan, bahkan ada peluang kemudahan. Banyak data statistik menjustifikasi bahwa kemiskinan tertinggi ada di desa. Rumah kurang sehat, dan terbuat dari material berkualitas rendah yang terbanyak ya ada di desa. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pendapatan masyarakat di desa rendah sehingga anak-anak desa tidak mampu mengakses pendidikan tinggi. Pendidikan masyarakat desa yang rendah kemudian disinyalir menjadi akar masalah kemiskinan di desa.

Kita lebih sering melihat sisi kelemahan tapi lupa bahwa di sisi yang
lain kita memiliki kekuatan, mempunyai aset berharga yang apabila
dioptimalkan maka aset terbut akan berubah jadi energi perubahan. Di
sinilah arti penting mengimbangi analisa masalah dalam perencanaan
pembangunan desa dengan pendekatan aset. Dengan pendekatan aset kita
dilatih untuk lebih menghargai kondisi dan prestasi desa secara positif.
Jadi, di sela-sela masalah, sejatinya masih ada aset baik dalam bentuk
fisik maupun non fisik yang perlu diapresiasi, hingga baik untuk
dijadikan motivasi untuk mendorong perubahan desa menjadi lebih baik.
Maka, ada baiknya model perencanaan pembangunan desa tidak hanya
mengumpulkan masalah tapi juga menghimpun aset dan potensi yang desa
miliki. Dengan kata lain pendekatan pesimistis harus diimbangi dengan
pendekatan optimistik. Jadi, prioritas program pembangunan desa yang
direncanakan dalam RPJMDesa dan RKPDesa tidak hanya mencerminkan
permasalahan desa semata, tapi proyeksi rencana pembangunan yang
didasarkan pada perhitungan dan analisa kekuatan yang ada di desa
(strength based approach). Kekuatan-kekuatan tersebut bisa berasal dari
aset tangible seperti sumber daya alam dan sumber daya fisik dan
berasal dari aset intangible seperti aset sosial, budaya, dan ekonomi
desa.
Ragam Jenis Aset.
Ragam Jenis Aset.

Secara fisik jenis tangible asset adalah jenis aset yang memiliki nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) dan nilai tukar (exchange value). Bagaimana dengan intangible asset. Aset jenis ini memang tidak berwujud dan tidak memiliki ukuran secara fisik. Tapi sesungguhnya memiliki energi potensial yang apabila teraktualisasikan, maka ia akan terlihat nilainya, misalnya nilai manfaat.
Pada dasarnya kedua jenis aset tersebut sama-sama memiliki posisi
penting dalam pembangunan desa. Keduanya adalah modal untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat desa. Sumber daya alam misalnya. Kehidupan
masyarakat sejak masih mengenal tradisi meramu dan berladang
berpindah-pindah hingga zaman teknologi informasi saat ini, untuk
memenuhi kebutuhannya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam.
Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumber daya alam atau aset fisik lainnya, tetap membutuhkan sumber daya lainnya yaitu sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Peran sumber daya manusia tidak hanya diketahui dari aspek ekonomi, tapi juga non ekonomi. Jika melihat manusia dari sudut pandang ekonomi yang sempit, maka manusia hanya akan ditafsirkan sebagai bagian dari faktor produksi semata. Dengan demikian manusia hanya akan menjadi obyek pembangunan. Padahal manusia adalah subyek pelaku pembangunan.
Dalam teori pentagonal asset, paling tidak dikenal ada lima jenis aset yang saling berkomplementer. Artinya, satu sama lain saling dibutuhkan. Kelima aset tersebut yaitu :
1. sumber daya alam (natural capital). Contohnya sumber mata air, sawah, hutan, mineral bebatuan, sungai, cahaya matahari, laut, dan frekuensi/gelombang radio;
2. keuangan (financial capital). Contohnya Anggaran Pendapatan Belanja Desa, Pendapatan Asli Desa, Dana Desa, Dana Publik (kas RT, arisan, tabungan).
3. fisik (physical capital). Contohnya, jalan aspal, jalan setapak, kantor desa, gedung serba guna, rumah penduduk, pos kesehatan desa, computer, kursi.
4. Sosial (social capital). Contohnya, gotong royong, solidaritas sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk.
5. Sumber daya manusia. Contohnya, tokoh masyarakat, pemulung, petani, PNS, pedagang, pengusaha, siswa dan mahasiswa, kader posyandu.
Jadi, untuk mengaktualisasikan potensi yang terkandung dalam asset, maka perlu memperhatikan kelima aset tersebut.
Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumber daya alam atau aset fisik lainnya, tetap membutuhkan sumber daya lainnya yaitu sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Peran sumber daya manusia tidak hanya diketahui dari aspek ekonomi, tapi juga non ekonomi. Jika melihat manusia dari sudut pandang ekonomi yang sempit, maka manusia hanya akan ditafsirkan sebagai bagian dari faktor produksi semata. Dengan demikian manusia hanya akan menjadi obyek pembangunan. Padahal manusia adalah subyek pelaku pembangunan.
Dalam teori pentagonal asset, paling tidak dikenal ada lima jenis aset yang saling berkomplementer. Artinya, satu sama lain saling dibutuhkan. Kelima aset tersebut yaitu :
1. sumber daya alam (natural capital). Contohnya sumber mata air, sawah, hutan, mineral bebatuan, sungai, cahaya matahari, laut, dan frekuensi/gelombang radio;
2. keuangan (financial capital). Contohnya Anggaran Pendapatan Belanja Desa, Pendapatan Asli Desa, Dana Desa, Dana Publik (kas RT, arisan, tabungan).
3. fisik (physical capital). Contohnya, jalan aspal, jalan setapak, kantor desa, gedung serba guna, rumah penduduk, pos kesehatan desa, computer, kursi.
4. Sosial (social capital). Contohnya, gotong royong, solidaritas sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk.
5. Sumber daya manusia. Contohnya, tokoh masyarakat, pemulung, petani, PNS, pedagang, pengusaha, siswa dan mahasiswa, kader posyandu.
Jadi, untuk mengaktualisasikan potensi yang terkandung dalam asset, maka perlu memperhatikan kelima aset tersebut.
PENDEKATAN ASET DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA :
Kemanfaatan dari suatu aset desa bergantung pada kemampuan dan
kreativitas tata kelola baik yang diperankan pemerintah desa dan
masyarakat desa. Beberapa desa di Gunungkidul seperti Desa Bleberan dan
Desa Bejiharjo adalah contoh desa yang dikenal berhasil mengelola
sumber daya lokalnya. Kedua desa tersebut berhasil mengembangkan usaha
desa wisata dengan menjual eksotika goa. Desa Bleberan mengembangkan goa
Rancang Kencono, sedangkan Desa Bejiharjo mengandalkan keindahan goa
Pindul.
Bagaimana dengan desa kita. Jangan bilang kalau desa kita miskin, tidak punya sumber daya se-menarik dua desa di atas. Jangan berargumen pula bahwa masyarakat atau pemerintah desa kita payah, tidak punya motivasi maju. Pada hakikatnya, setiap wilayah pasti memiliki aset yang didalamnya mengandung potensi. Nah, potensi itu akan menjadi aktual bergantung pada kapasitas pengelolaan asset atau manajemen aset yang dilakukan desa, khususnya oleh pemerintah desa. Menurut Kolopaking (2011), kapasitas dalam aras desa yang perlu dikuatkan untuk mengaktualisasikan energi potensial yang ada di desa adalah:
Pertama, peningkatan kepekaan terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menyusun program/kegiatan pembangunan desa yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Termasuk pemanfaatan asset desa yang dialamatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kedua, kapasitas mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan atau mendistribusikan aset desa untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pemerintah desa seharusnya memiliki kesiapan untuk mengelola kelima jenis aset di atas. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah desa mampu memproses perencanaan ruang, pelaksanaan atau pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan bersama masyarakat.
Ketiga, menguatkan pemerintah desa mengidentifikasi dan merumuskan pengaturan kehidupan desa beserta semua asset yang terkandung didalamnya melalui peraturan desa yang bersandar pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Bagaimana dengan desa kita. Jangan bilang kalau desa kita miskin, tidak punya sumber daya se-menarik dua desa di atas. Jangan berargumen pula bahwa masyarakat atau pemerintah desa kita payah, tidak punya motivasi maju. Pada hakikatnya, setiap wilayah pasti memiliki aset yang didalamnya mengandung potensi. Nah, potensi itu akan menjadi aktual bergantung pada kapasitas pengelolaan asset atau manajemen aset yang dilakukan desa, khususnya oleh pemerintah desa. Menurut Kolopaking (2011), kapasitas dalam aras desa yang perlu dikuatkan untuk mengaktualisasikan energi potensial yang ada di desa adalah:
Pertama, peningkatan kepekaan terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menyusun program/kegiatan pembangunan desa yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Termasuk pemanfaatan asset desa yang dialamatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kedua, kapasitas mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan atau mendistribusikan aset desa untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pemerintah desa seharusnya memiliki kesiapan untuk mengelola kelima jenis aset di atas. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah desa mampu memproses perencanaan ruang, pelaksanaan atau pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan bersama masyarakat.
Ketiga, menguatkan pemerintah desa mengidentifikasi dan merumuskan pengaturan kehidupan desa beserta semua asset yang terkandung didalamnya melalui peraturan desa yang bersandar pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Penerjemahan secara kongkrit upaya mengaktualisasikan nilai manfaat
dari aset desa bisa dilakukan pemerintah desa dan masyarakatnya melalui
serangkaian kegiatan yang kami sebut “apresiasi aset” ke dalam sistem
perencanaan pembangunan desa agar memiliki basis analisis aset yang
kuat. Langkahnya sebagai berikut:
1. mengidentifikasi mengetahui jenis dan potensi aset yang dimiliki desa.
2. merumuskan trajectory strategi optimalisasi dan pemanfaatan aset desa baik dalam skala jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
1. mengidentifikasi mengetahui jenis dan potensi aset yang dimiliki desa.
2. merumuskan trajectory strategi optimalisasi dan pemanfaatan aset desa baik dalam skala jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.
mengkonsolidasikan rencana jangka panjang pemanfaatan aset desa
tersebut ke dalam manajemen perencanaan program/kegiatan pembangunan
desa. Misalnya menjadikan rencana jangka panjang tersebut menjadi acuan
pembuatan dokumen perencanaan pembangunan desa (RPJMDes dan RKPDesa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar